Selasa, 17 September 2013



BERBAGAI PERMASALAHAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DAN SOLUSINYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Yang diampu oleh: Lift Anis Ma’shumah, M. Ag







Disusun Oleh:
1.      Romdonah                             (123911097)
2.      Ryan Saputra                        (123911098)
3.      Sabrina Kartikawaty           (123911099)
4.      Sigit Kurniawan                   (123911100)
5.      Sintia Ayu Rahmawati         (123911101)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2013




I.                   Pendahuluan
Saat ini Indonesia sebagai salah satu negeri kaum muslimin terbesar telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena kekeliruan dalam menyelenggarakan sistem pendidikan nasionalnya. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
    Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat signifikan di Indonesia dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan karakter, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan cerminan masyarakat islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Pendidikan Islam bersumber pada nilai-nilai agama Islam di samping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut.[2]
Namun, hingga kini pendidikan Islam masih saja menghadapi permasalahan yang komplek, dari permasalahan konseptual-teoritis, hingga permasalahan operasional-praktis. Tidak terselesaikannya persoalan ini menjadikan pendidikan Islam tertinggal dengan lembaga pendidikan lainnya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga pendidikan Islam terkesan sebagai pendidikan “kelas dua”. Tidak heran jika kemudian banyak dari generasi muslim yang justru menempuh pendidikan di lembaga pendidikan non Islam.
Ketertinggalan pendidikan Islam dari lembaga pendidikan lainnya setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:[3]
1.             Pendidikan Islam sering terlambat merumuskan diri untuk merespon perubahan dan kecenderungan masyarakat sekarang dan yang akan datang.
2.             Sistem pendidikan Islam kebanyakan masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam fisika, kimia, biologi, dan matematika modern.
3.             Pendidikan Islam tetap berorientasi pada masa silam ketimbang berorientasi kepada masa depan, atau kurang bersifat future oriented.
4.             Sebagian pendidikan Islam belum dikelola secara professional baik dalam penyiapan tenaga pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya.


II.                Rumusan Masalah
A.    Apa masalah yang timbul pada pendidikan islam ?
B.     Bagaimana solusinya terhadap masalah tersebut ?

III.             Pembahasan
A.    Masalah / Problem Yang Timbul Pada Pendidikan Islam

1. Problem Konseptual-Teoritis
Ketertinggalan pendidikan Islam ini salah satunya dikarenakan oleh terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani.
Oleh karena itu, akan tampak adanya pembedaan dan pemisahan antara yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral dengan yang profan, antara dunia dan akhirat. Cara pandang yang memisahkan antara yang satu dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi. Adanya dikotomi inilah yang salah satu penyebab ketertinggalan pendidikan Islam. Hingga kini pendidikan Islam masih memisahkan antara akal dan wahyu, serta pikir dan zikir.[4]
Kondisi sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi determinisme historik dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat Islam berada pada romantisme historis di mana mereka bangga karena pernah memiliki para pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar dan mempunyai kontribusi yang besar pula bagi pembangunan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia serta menjadi transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi lain mereka menghadapi sebuah kenyataan, bahwa pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas masyarakat industri dan teknologi modern. Hal ini pun didukung dengan pandangan sebagian umat Islam yang kurang meminati ilmu-ilmu umum dan bahkan sampai pada tingkat “diharamkan”.
Terjadinya pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu agama inilah yang membawa umat Islam kepada keterbelakangan dan kemunduran peradaban, lantaran karena ilmu-ilmu umum dianggap sesuatu yang berada di luar Islam dan berasal dari non-Islam. Agama dianggap tidak ada kaitannya dengan ilmu, begitu juga ilmu dianggap tidak memperdulikan agama. Begitulah gambaran praktik kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat. Sistem pendidikan Islam yang ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain, generasi muslim yang menempuh pendidikan di luar sistem pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan Islam atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.

2. Problem Mendasar : Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”[5]
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.
Hal ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang lainnya.[6]
Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

3. Problem-problem Cabang
Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu banyak sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
a.      Rendahnya Komitmen Pemerintah Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Rendahnya anggaran yang dialokasikan pada bidang pendidikan. Sejak kemerdekaan diproklamasikan di negeri ini lebih dari setengah abad yang lalu ternyata anggaran pendidikan tidak mencapai angka yang memadai. Anggaran pendidikan di indonesia memang sangat minim dan termasuk paling rendah di banding Negara-negara lain. Anggaran pendidikan di indonesia hanya sekitar 1 persen dari GNP, padahal angkan rata-rata untuk Nergara terbelakang seperti halnya Angolo, Bangladesh, Mawali, Ethiopia, Congo, Nepal, Samoa, Dsb. Sudah mencapai bilangan 3,5 persen.
Sebagai contoh, alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2002 jelas mencerminkan rendahnya komitmen pemerintahan dalam bidang pendidikan Nasional. Jumlah anggaran pembangunan yang dialokasikan RAPBN hanya sebesar Rp. 47,1 triliun. Jika sektor pendidikan memperoleh alokasi relatif besar 24,7% dari anggaran pembangunan, bukan dari APBN,   maka besar angka absolutnya menjadi kurang lebih Rp. 11,6 triliun. Besar anggaran ini kemidian ditambah dengan anggaran rutin, sehingga akhirnya jumlah total menjadi kurang lebih Rp.13,5 triliun. Besaran angka anggaran tidak mencapai 10% dari bantuan  Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang macet ditangan konglomerat yang jumlahnyabkurang lebih mencapai Rp. 150 triliun. Fenomena ini mencerminkan bahwa bangsa kita memang belom mampu menaruh prioritas yang tinggi terhadap pembangunan pendidikan nasional.[7]
Sebaliknya di negara-negara maju pada umumnya pemerintahannya memiliki komitmen yang tinggi terhadap setiap upaya untuk memperdayakan sektor pendidikan dalam jangka panjang 
b.                  Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
c.                Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakaan kurikulum yang di pergunakan disekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran yang beraneka ragam, sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran. Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang dihasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduksifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang diterima di sekolah-sekolah memang tidak dipersiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakat.

d.   Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas yaitu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.[8]
Dari pasal tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat disimpulkan sebagai berikut:[9]
1.      Berijazah
2.      Sehat jasmani dan rohani
3.      Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik
4.      Bertanggung jawab
5.      Berjiwa nasional
Walaupun guru bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
e.   Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 juta rupiah. Tetapi nyatanya tidak, bahkan ada juga guru yang mencari pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
B.     Solusi Terhadap Masalah / Problem Yang Timbul Pada Pendidikan Islam

1.      Problem Konseptual-Teoritis
Mencermati kenyataan tentang konsep di kotomi pendidikan, mau tidak mau persoalan konsep dikotonomi pendidikan harus segera ditumbangkan dan dituntaskan, baik pada tingkatan filosofis paradigmatik maupun teknis departementel. Pemikiran filosofis menjadi sangat penting, karena pemikiran ini nanti akan memberikan suatu pandangan dunia yang menjadi landasan ideologi dan moral bagi pendidikan.
Pemisah antara ilmu dan agama hendaknya segera dihentikan dan menjadi sebuah upaya penyatu keduanya dalam satu sistem pendidikan integralistik. Namun persoalan intergrasi ilmu dan agama dalam satu sistem pendidikan ini bukanlah suatu persoalan yang mudah, melainkan harus atas dasar pemikir filosofi yang kuat, sehingga tidak terkesan hanya sekedar tambal sulam.
Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan kerangka dasar filosofi pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, kemudian mengembangkan secara empiris prinsip-prinsip yang mendasari terlaksananya dalam konteks lingkungan (sosial dan kultural) Filsafat Intergralisme adalah bagian dari filsafat Islam yang menjadi alternatif dari pandangan holistik yang berkembang pada era postmodern dikalangan masyarakat barat.
2.      Solusi Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Penyelesaian problema mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.
Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah mengubah haluan atau arah mobil terlebih dahulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ketempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada dijalan yang salah. Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu di perbaiki kerusakannya yang bermacam-macam. Artinya setelah selesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru, solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asa yang baik.
Bentuk nyata dari solusi mendasar adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggatinya dengan UU Sistem Pengetahuan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan, sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikurum.
3.      Solusi Problem-problem Cabang
Seperti diuraikan diatas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan islam di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain:
a.      Rendahnya Komitmen Pemerintah Untuk Mengkiatkan Kualitas Pendidikan
Solusinya pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitas sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik umat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintah pun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan denganmemberi pendidik gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP / MI-MTs) maupun menengah (SMA / MA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. Merekrut jumlah pendidik sesuai kebutuhan dilapangan disertai dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar mengajar.
b.      Rendahnya Sarana Fisik
Solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan dalam konteks sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yangmenyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik dan kesejahteraan guru berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
c.       Ketidak Serasian Kurikulum
Solusi untuk mengatasi ketidak serasian kurikulum, perlu dihilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah hanyalah menanam teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminilisir kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorintas terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.
d.      Rendahnya Kualitas Guru
Solusi menyangkut hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
e.       Rendahnya Kesejahteraan Guru
.                                               Solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.



IV.             KESIMPULAN
Masalah yang tejadi pada Pendidikan Islam di Indonesia masih banyak yang perlu dibenahi, mulai dari Problem Konseptual-Teoritis, Problem Mendasar : Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan, Rendahnya Komitmen Pemerintah Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Rendahnya Kualitas Sarana Fisik, Ketidak Serasian Kurikulum, Rendahnya Kualitas Guru, Rendahnya Kesejahteraan Guru.
Untuk masing-masing permasalahan / problem diperlukan solusi yang tepat, supaya Pendidikan Islam di Indonesia lebih baik lagi. Dan masing-masing komponen yang berpengaruh pada Pendidikan Islam di Indonesia saling bekerjasama satu sama lain.



V.                PENUTUP

Demikianlah makalah tentang “BERBAGAI PERMASALAHAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM DAN SOLUSINYA yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi para penulis maupun para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karenanya, kami terbuka untuk kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki makalah dan untuk penulisan selanjutnya.












DAFTAR PUSTAKA

Junaedi, Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam filsafat dan pengembangan, 2011, Semarang: RaSAIL Media Group
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 2009, PT Rajagrafindo Persada

Purwanto, Ngalim,  Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, 2000, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam Cet. V , 2006, Jakarta: Kalam Mulia.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam II ,1999, Bandung: CV Pustaka Setia.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003, Bandung: Fokusmedia.
UU No. 20 Tahun 2003
www.pendidikan.com. Tanggal 18 Mei 2013 pukul 8:08 WIB














[1]Muhaimin.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT Rajagrafindo Persada hlm 7   2009
[2]Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II (Bandung: CV Pustaka Setia. 1999), hlm. 15.
[3]www.pendidikan.com. Tanggal 18 Mei 2013 pukul 8:08 WIB .

[4]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam Cet. V (Jakarta: Kalam Mulia. 2006), hlm. 342.

[5]Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia.2003), hlm. 7.
[6]Ibid., hlm. 23-24
[7] Mahfud Junaedi, Ilmu pendidikan islam filsafat dan pengembangan (Semarang: RaSAIL Media Group.2010), hlm.161-162.
[8]UU No. 20 Tahun 2003, hlm. 25.
[9]Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2000), hlm. 139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar