Selasa, 09 Desember 2014

makalah ilmiah





PERADAPAN ISLAM DI ZAMAN ABU BAKAR AS-SIDIQ
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradapan Islam
Yang diampu oleh: Drs. H. Mat Solikhin Noor, M.Ag







Disusun Oleh:

1.      Sintia Ayu Rahmawati         (123911101)
2.      Siwi Fatmawati                     (123911103)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014



I.          PENDAHULUAN
Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW, beliau tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin umat Islam setelah beliau wafat. Tampaknya Nabi Muhammad SAW menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak pernah menunjuk di antara sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.
Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat bahkan jenazahnya belum dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Balai Kota Bani Saidah Madinah untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Dalam musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari masing-masing pihak, baik dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar secara demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang dijiwai sikap demokratis tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan mau membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.[1] Untuk mengetahui hal tersebut, maka kali ini pemakalah mencoba menjelaskan materi  Sejarah peradapan Islam tentang peradapan Islam dizaman Abu Bakar As-Siddiq.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.      Bagaimana biografi Abu Bakar As-Siddiq?
B.       Bagaimana proses pengangkatan Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah ?
C.       Bagaimana keadaan pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq?
D.      Bagaimana peradilan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq?
E.        Apa saja kemajuan-kemajuan yang diperoleh Abu Bakar As-Siddiq?

III.          PEMBAHASAN
A.    Biografi Abu Bakar As-Sidiq
Abu Bakar As Siddiq lahir di Mekah pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quaifah Attamini, merupakan turunan bani Taim bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Kalb Al-Quraisy. Dizaman pra Islam bernama Abdullah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Dia merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun).[2] Julukannya Abu Bakar (Bapak Pemagi) karena dari pagi-pagi betul memeluk agama Islam, gelarnya ash-Shiddiq yaitu yang benar. Ketika itu, Rasulullah SAW. melakukan Isra’ Mi’raj, yaitu melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina dan naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha dalam waku sepertiga malam. Pada peristiwa itu Rasulullah SAW. diberi tugas oleh Allah berupa Salat lima kali dalam sehari semalam. Ketika berita ini disampaikan kepada orang-orang kafir Mekah, serentak orang-orang kafir Mekah tidak mempercayainya, bahwa mereka menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW. melakukan kebohongan. Akan tetapi, Abu Bakar langsung membenarkan apa yang dikatakan oleh Nabi tersebut.[3] Jadi Nabi Muhammad sering kali menunjukkan untuk mendampinginya disaat penting atau jika berhalangan, dan Rasul tersebut mempercayainya sebagai pengganti untuk manangani tugas-tugas keagamaan.[4]
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat. Dalam usia muda itu ia menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dan perkawinannya ini lahir dua orang putra bernama Abdur Rahman dan Aisyah.[5]
Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang baik, sabar, jujur, dan lemah lembut, dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan, dan ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan kelembutan hatinya. Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa Arab.[6]

B.     Proses pengangkatan Abu Bakar As-Sidiq sebagai Khalifah
Rasulullah tidak meninggalkan pesan kepada seorang juga dari sahabatnya tentang siapa yang menjadi pemimpin atau memimpin kaum Muslimin sepeninggalanya. Beliau membiarkan masalah kepemimpinan kaum Muslimin berdasarkan hasil musyawarah diantara mereka sendiri. ketika berita wafat Rasulullah tersiar, berkumpulah golongan Muhajirin dan pihak Anshar di rumah Bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud hendak membai’at seseoarang dari golongan mereka.
Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihaknya yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar, seraya umar berkata kepadanya: bukankah Nabi telah menyuruhmu wahai Abu Bakar, agar mengimami kaum Muslimin dalam sholat? Engkaulah Khalifah pengganti dan penerus beliau. Setelah itu kaum Muhajirin dan Anshar berturut-turut membai’atnya. Bai’at As Saqifah ini dinamakan bai’at Al Kahshshah, karena bai’at tersebut dilakukan sekelompok kecil dari Muslimin, yakni mereka yang hadir di As Saqifah saja. Pada keesokan harinya duduklah Abu Bakar di atas mimbar Masjid Nabawi dan sejumlah besar kaum Muslimin atau secara umum kaum muslimin membai’atnya.[7]
Terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah dengan berbagai alasan yaitu:
1.      Abu Bakar adalah suku Quraisy dan ahli nasab, yang merupakan keahlian yang sangat berguna pada masa itu.[8]
2.      Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang pertama yang pertama yang sangat memahami jalan pikiran beliau, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3.      Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.[9]
Hal ini menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Rasulullah. Dibawah ini adalah sebagaian kutipan dari pidato Abu Bakar yang terkenal itu :
Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu menaatiku.
Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas Nabi.[10]

C.     Keadaan pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq
1.      Perbaikan Sosial
kebijakan sosial yang dilakukan Abu Bakar untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam yaitu sebagai berikut:
a.       Hurub ahler riddah,(tindakan pembersihan) yaitu peperangan yang dilakukan membasmi kaum riddat yang menentang Islam. Tindakan pembersihan terhadap penghianat negara ini, bukan saja dilakukan terhadap mereka yang melakukan riddat, tetapi juga terhadap mereka yng tidak mau membayar zakat. Tindakan ini dijalankan secara konsekwen di zaman Khalifah I Abu Bakar, sehingga negara Islam dapat dibersihkan dari anasir-anasir yang berbahaya.
b.      Al-Futuh (tindakan pembebasan) yaitu peperangan yang dikobarkan untuk membebaskan daerah-daerah dan rakyat yang dari penjajahan dan penindasan. Jika tindakan yang pertama di atasa adalah tindakan”kedalam” maka tindakan yang kedua ini adalah tindakan “keluar”, dimana umat Islam berhadapan dengan negara-negara penjajah yang berkuasa dimasa itu. Adapun tindakan pembebasan ini dilakukan atas tiga tingkatan:
a). Terhadap daerah-daerah Arabia, ialah tanah-tanah palestina dan Syria dari penjajahan Romawi, dari tanah-tanah Iraq dan Yaman dari penjajahan Persia.
b). Daerah-daerah diluar Arabia, ialah Mesir dan seluruh Afrika Utara dari penjajahan Romawi.
c). Pembebasan rakyat dari pemerintahan yang zalim, seperti meruntuhkan pemerintah Persi yang kejam.[11]
2. Sistem Politik
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Tampaknya sistem politik Islam yang dijalankan masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti Nabi Muhammad Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya untuk bermusyawarah.[12]
Kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yang pertama merealisasikan keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana yaitu: mengirim ekspedisi ke perbatasan Suriah dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, hal ini dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Sebagaian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tak peduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya didalam membangkitkan kepercayaan diri yang nyaris pudar. Pengiriman pasukan Usamah ke perbatasan Suriah pada saat itu merupakan langkah politik yang diambil oleh Abu Bakar.[13]
3. Perekonomian
Sedangkan kebijakan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat).
Kebijakan lain yang ditempuh Abu Bakar yaitu membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
Selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.[14]
4.      Budaya
Pada masa itu mereka memiliki kebiasan yaitu melakukan serangan-serangan mendadak untuk mendapatkan harta rampasan perang yang dilakukan oleh orang-orang Arab seperti terjadi diwilayah-wilayah Sasaniyah, merupakan kebiasaan pra–Islam. hal tersebut dilakukan karena pada saat itu perdagangan di Arab mengalami kehancuran, terutama setelah terjadi peperangan riddah.[15]
5.      Peradilan / hukum
Abu Bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Ia memerintah dari tahun 632 M. Sebelum masuk islam, ia terkenal sebagai orang yang jujur dan disegani, ikut aktif mengembangkan dan menyiarkan Islam. Atas usaha dan seruanya banyak orang terkemuka memeluk agama Islam yang kemudian terkenal sebagai pahlawan-pahlawan Islam ternama Dalam masalah peradilan, abu bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum diantara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gubernurnya memutuskan hukum diantara manusia didaerah masing-masing diluar madinah. Adapun sumber hukum pada Abu Bakar Ash-siddiq adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijtihad setelah pengkajian dan musyawarah dengan para sahabat. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Abu bakar ada tiga kekuatan, pertama, quwwat al-syari’ah (legislatif). Kedua, Quwwat al-qadhaiyyah (yudikatif didalamnya masuk peradilan) dan ketiga, quwwat al-tanfiziyyah (eksekutif).
Langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath al-ahkam adalah sebagai berikut :
1.    Mencari ketentuan hukum dalam Al-qur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada pada al-quran
2.    Apabila tida menemukan dalam al-quran, ia mencari ketentuan dalam hukum dan sunnah bila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
3.    Apabila tidak menemukan dalam sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah Rasulullah Saw. telah memutuskan persoalan yang sama pada zamannya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
4.    Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi, jia ada kesepakatan diantara mereka , ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan[16]

D.    Kemajuan-kemajuan yang diperoleh Abu Bakar As-Sidiq
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1.      Perbaikan sosial (masyarakat)
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
2.      Perluasan dan Pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
3.      Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi palsu.
Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.
Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
4.      Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Umat Islam
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.
5.      Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebt diterima masyarakat yang secara beramai-ramai membaiat Umar. Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan khalifah. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab.
Khalifah Abu Bakar meninggal pada hari Senin 23 Agustus 624 M. Setelh kurang lebih 15 hari berbaring ditempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11hari.[17]

IV.          KESIMPULAN
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa Abu Bakar As Siddiq lahir di Mekah pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quaifah Attamini, merupakan turunan bani Taim bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Kalb Al-Quraisy. Dizaman pra Islam bernama Abdullah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Dia merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin. Proses pengangkatannya dengan cara golongan Muhajirin dan pihak Anshar di rumah Bani Sa’adah di Madinah bersepakat membaiat Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Nabi, setelah Nabi Muhammad SAW. meninggal dunia.
Keadaan pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq yaitu :Perbaikan Sosial, sistem politik, perekonomian, budaya dan peradilan/hukum. Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain: Perbaikan sosial (masyarakat), Perluasan dan Pengembangan wilayah Islam, Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an, Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Umat Islam dan meningkatkan kesejahteraan umat.

V.          PENUTUP
Demikianlah makalah tentang “Peradapan Islam dizaman Abu Bakar ash-Shiddiq yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi para penulis maupun para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karenanya, kami terbuka untuk kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki makalah dan untuk penulisan selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Tantang, Sejarah Kebudayaan Isam, 2009, Bandung: CV ARMICO.
Kebudayaan Republik Indonesia , Kementrian Pendidikan , Pendidikan                             Agama Islam dan Budi Pekerti,  2014, Jakarta : pusat Kurikulum dan perbukuan.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, 1997 Jakarta : PT Ichtiar van Hoeve

Koto, Alaidin, sejarah peradilan Islam, 2012, Jakarta : PT Raja grafindo persada.
Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, 1995, Jakarta: Bulan Bintang

Murad, Mustafa, Kisah Hidup Abu Bakar Al-siddiq, 2007,  Jakarta : Dar Al-fajar.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam,  2013, Jakarta : AMZAH.
Shaban,  Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru,  1993, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Syukur , Fatah, sejarah Peradapan Islam, 2011,  Semarang : PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Yatim , Badri, Sejarah Peradapan Islam, 2003,  Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya, 1977, Jakarta: Bulan Bintang.







[1] Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 35
[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta : PT Ichtiar van Hoeve, 1997), hlm.33
[3] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, ( Jakarta : pusat Kurikulum dan perbukuan 2014) hlm. 173
[4] Fatah Syukur, sejarah Peradapan Islam, (  Semarang : PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2011) hlm. 51
                [5] Mustafa Murad, Kisah Hidup Abu Bakar Al-siddiq, ( Jakarta : Dar Al-fajar, 2007 hlm31
[6] Shaban,  Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.25.
[7] Tantang Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Isam, (Bandung: CV ARMICO, 2009) hlm.57-58
[8] Shaban,  Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.25.
[9] Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam,( Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 77.
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, ( Jakarta : AMZAH, 2013), hlm.93-94
[11] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya,( Jakarta: Bulan Bintang ,1977), hlm.139
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.36
[13]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, ( Jakarta : AMZAH, 2013), hlm.94
[14] Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 36
[15] Shaban,  Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.34

[16] Alaidin Koto, sejarah peradilan Islam,  ( jakarta : PT Raja grafindo persada, 2012), hlm.59-62
[17] Fatah Syukur, sejarah Peradapan Islam, (  Semarang : PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2011) hlm. 52