Minggu, 30 November 2014

SEJARAH KABUPATEN GROBOGAN

prambananSejarah Pada jaman Kerajaan Mataram, Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi bernama Ng. Wongsodipo menjadi Bupati monconagari (taklukan raja) Grobogan dengan nama RT Martopuro pada 21 Jumadil Akhir 1650 Saka atau 4 Maret 1726 M, dengan wilayah kekuasaannya yaitu : Sela, Teras Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan, dan beberapa daerah di Sukowati bagian utara Bengawan Sala (serat Babad Kartasura / Babad Pacina : 172 – 174). Oleh karena pada saat itu Kartasura masih dalam keadaan kacau, maka pengawasan terhadap daerah Grobogan diserahkan kepada kemenakan sekaligus menantunya bernama yaitu RT Suryonagoro (Suwandi) dan RT Martopuro sendiri masih tetap di Kartasura. Tugas RT Suryonagoro adalah menciptakan struktur pemerintahan kabupaten pangreh praja, seperti adanya bupati, patih, kaliwon, pamewu, mantri, dan seterusnya sampai jabatan bekel di desa – desa Ibu kota kabupaten pada saat itu di Grobogan, tetapi pada tahun 1864 ibukota kabupaten pindah ke Purwodadi. Sampai dengan tahun 1903, yaitu sebelum dikeluarkannya Decentralisatie Besluit oleh Pemerintah Penjahan Belanda, Indonesia yang waktu itu namanya masih Nederland Indie (Hindia Belanda) dibagi dalam beberapa Gewesten yang bersifat administratif yang kemudian dibagi-bagi lagi dalam Regentschap. Regentschap Grobogan saat itu berada dalam lingkungan Semarang Gewest. Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, regentschap diberi hak-hak otonomi dan untuk itu dibentuk Dewan Daerah. Regentschap Grobogan memperoleh otonomi penuh mulai tahun 1908. Pada tahun 1928, berdasarkan Staatbad 1928 No. 117, Kabupaten Grobogan mendapat tambahan dua distrik dari Kabupaten Demak yaitu Distrik Manggar dengan ibukota di Godong dan Distrik Singenkidul dengan ibukota di Gubug. Kemudian pada tahun 1933 memperoleh tambahan Asistenan Klambu dari Distrik Undaan Kudus. Pada masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan tata pemerintahan daerah, yaitu dengan Undang-undang No. 27 tahun 1942. Menurut UU ini seluruh Jawa kecuali daerah Vorstenlanden dibagi atas : Syuu (Karesidenen), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik), dan Ku (Kelurahan/Desa). Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18, Indonesia dibagi atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal 18 ini, Daerah Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil. Tahun 1948, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 UU ini menyatakan bahwa Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, yaitu : Propinsi, Kabupaten, Desa (Kota Kecil). Selanjutnya berdasarkan UU No. 13 Tahun 1950 dibentuklah Daerah-daerah Tingkat II di lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Dengan demikian UU inilah yang mendasari pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan. Dengan Perda Kabupaten Dati II Grobogan No. 11 Tahun 1991 ditetapkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Grobogan adalah : Hari Senin Kliwon, 21 Jumadil Akhir 1650 atau 4 Maret 1726 atau 1 Rajab 1138 H. Yaitu pada saat diangkatnya RT. Martopuro sebagai Bupati Monconagari di Grobogan. Sehingga RT. Martopuro inilah yang sampai sekarang dianggap sebagai Bupati Grobogan yang pertama. Chandra sangkala : kombuling cipto hangroso jati Surya sangkala : kridhaning hangga hambangun praja Nama-Nama Bupati yang pernah menjabat di Kabupaten Grobogan : A. Pada waktu Ibukota Kabupaten di Kota Grobogan 1. Adipati Martopuro atau Adipati Puger : 1726 2. RT. Suryonagoro Suwandi atau RT. Yudonagoro 3. RT. Kartodirjo : 1761- 1768, pindahan dari 4. RT. Yudonagoro : 1768 – 1775, kemudian 5. R. Ng. Sorokarti atau RT. Abinaro 6. RT. Yudokerti atau Abinarong II : 1787 – 1795 7. RM. T. Sutoyuda : 1795 – 1801 8. RT. Kartoyuda : 1801 –1815 9. RT. Sosronagoro I : 1815 – 1840 10. RT. Sosronagoro II : 1840 – 1864 B. Setelah Ibukota Kabupaten di Kota Purwodadi 11. RT. Adipati Martonagoro : 1864 – 1875 12. RM. Adipati Ario Yudonagoro : 1875 – 1902 13. RM. Adipati Ario Haryokusumo : 1902 – 1908 14. Pangeran Ario Sunarto : 1908 – 1933, Pencipta Trilogi Pedesaan yaitu : di desa-desa harus ada Sekolah Dasar, Balai Desa, dan Lumbung Desa. 15. R. Adipati Ario Sukarman Martohadinegoro : 1933 – 1944 16. R. Sugeng : 1944 – 1946 17. R. Kaseno : 1946 – 1948, Bupati merangkap Ketua KNI 18. M. Prawoto Sudibyo : 1948 – 1949 19. R. Subroto : 1949 – 1950 20. R. Sadono : 1950 – 1954 21. Haji Andi Patopoi : 1954 – 1957, Bupati Kepala Daerah 22. H. Abdul Hamid sebagai Pejabat Bupati dan Ruslan sebagai Kepala Daerah yang memerintah sama-sama 1957 – 1958 23. R. Upoyo Prawirodilogo : Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRDGR : 1958 – 1964 24. Supangat : Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRGR : 1964 – 1967 25. R. Marjaban, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1067 – 1970 26. R. Umar Khasan, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1970 – 1977 27. Kolonel Inf. H. Soegiri , Bupati Kepala Daerah : 11 Juli 1974 s.d 11 Maret 1986 28. Kolonel H. Mulyono US : Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1986 s.d 11 Maret 1996 29. Kolonel Inf. Toermudi Soewito, Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1996 s.d 11 Maret 2001 30. Agus Supriyanto SE, Bupati Grobogan : 11 Maret 2001 s.d 2006 31. H. Bambang Pudjiono.SH , Bupati Grobogan : 2006 s.d

Minggu, 23 November 2014

makalah Kompetensi Sosial "maklah Ilmiah"



KOMPETENSI SOSIAL

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : METODOLOGI PEMBELAJARAN
Yang diampu oleh: Dra. Muntholi’ah, M. Pd











Disusun Oleh:
Sintia Ayu Rahmawati        
(123911101)


FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2013





BAB I
PENDAHULUAN

            Standar kompetensi merupakan sebuah terobosan yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan yang berusaha untuk memberikan gambaran mengenai hal-hal yang harus dimiliki oleh seorang guru yang berujung untuk meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan di Indonesia dengan meningkatkan keprofesionalitasan guru atau pembimbing. Dan hal ini telah tercantum dalam undang-undang guru dan dosen yang menyebutkan bahwasanya seorang guru harus memiliki 4 kemampuan atau kompetensi diantaranya kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian, bahkan ada rumusan yang lebih banyak lagi dengan menambahkan dengan kompetensi leadership yang tentunya bagi kita mahasiswa jurusan keguruan haruslah dapat memahami dan memiliki kelima kompetensi tersebut sebelum kita benar-benar menjadi seorang pendidik.
            Bagaimana kompetensi-kompetensi tersebut dijelaskan, dalam makalah ini penyusun akan mengulas dan menjelaskan salah satu kompetensi tersebut yaitu kompetensi sosial yang berkaitan dengan sebenarnya apa hakikat dari komptensi sosial itu sendiri, kemudian apa indikator-indikator yang terdapat dalam kompetensi sosial tersebut, bagaimana cara menumbuhkan kompetensi sosial ini dan mengingat kita sebagai mahasiswa jurusan pendidikan dan keguruan haruslah dapat menumbuhkan kompetensi sosial ini dalam diri kita masing-masing.
Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan hakikat kompetensi sosial.
2.      Untuk memahami seberapa penting kompetensi sosial bagi seorang guru maupun sekolah.
3.      Untuk memahami indikator-indikator yang terdapat dalam kompetensi sosial.
4.     Untuk mengetahui cara menumbuhkan kompetensi sosial bagi calon pendidik maupun pendidik itu sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN

   Pengertian Kompetensi Sosial
Sebelum kita masuk lebih dalam lagi mengenai apa makna dari kompetensi sosial ada baiknya kita pahami terlebih dahulu makna kompetensi sosial dari segi susunan katanya, kompetensi sosial tersusun dari 2 kata yaitu kompetensi dan sosial, kompetensi dapat diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dari seorang tenaga profesional. Kompetensi dapat juga dipahami sebagai spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapanya dalam pekerjaan, sesuai dengan setandar kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat atau dunia kerja.[1][1] Sedangakan kata sosial berasal dari kata socio yang artinya menjadikan teman dan secara terminologis sosial dapat dimengerti sebagai sesuatu yang dihubungkan, diakitkan dengan teman, atau masyarakat.[2][2]
Kompetensi sosial sendiri dapat dimengerti sebagai kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[3][3]  Hal tersebut diuraikan dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
1.      Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.
2.      Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara fungsional.
3.     Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik.
4.      Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah: seorang guru harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu begaul secara efektif dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan yang terakhir adalah mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitanya.[4][4]
Dalam kompetensi sosial jelaslah seorang guru dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik tidak hanya sebatas pada peserta didik yang menjadi bagian dari proses pembelajaran didalam kelas dan sesama pendidik yang merupakan teman sejawat dalam dunia pendidikan namun juga seorang guru harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat sekitar yang juga bagian dari lembaga pendidikan yang seharusnya saling bekerja sama untuk dapat menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar dan mengajar, serta dapat terjalinya kantinuitas antara apa yang diajarkan dalam kelas dapat diterapkan dan dipelajari kembali dalam lingkup keluarga dan masyarakat demi tercapainya tujuan pendidikan.
    Pentingnya Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial sangatlah penting dan harus dimiliki oleh seorang guru selain 4 kompetensi yang lainya yaitu kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan lidership. Kompetensi ini diangap sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang guru karena guru itu sendiri merupakan bagian dari sosial (masyarakat) diamana masyarakat sendiri adalah konsumen pendidikan sehingga mau tidak mau baik guru maupun sekolah harus dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif dengan masayarakat, jika tidak maka sekolah ataupun guru yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat cenderung untuk ditinggalkan, mengingat bahwasanya lembaga pendidikan dan guru sebagai wadah untuk dapat mempersiapkan seorang peserta didik sebagai anggota dari masyarakat yang baik dan dapat mengahadapi permasalahan yang akan datang.
Al-Ghazali memandang bahwasanya guru mengemban tugas sosiopolitik yaitu guru memiliki tugas untuk membangun, memimpin dan menjadi teladan yang menegakan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, dan disiplin.[5][5] Berkenaan dengan tanggung jawab guru harus mempertanggung jawabkan segala tindakanya dalam pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat, berkaitan dengan wibawa seorang guru harus dapat mengambil keputusan secara mandiri terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran, serta bertindak sesuia dengan kondisi peserta didik dan lingkunganya.

   Indikator Kompetensi Sosial
Menurut Panduan Serftifikasi Guru Tahun 2006 bahwa terdapat empat indikator untuk menilai kemampuan sosial seorang guru, yaitu:[6][6]
1.      Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3.      Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
4.      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator: interaksi guru dengan siswa, interaksi guru dengan kepala sekolah, interaksi guru dengan rekan kerja, interaksi guru dengan orang tua siswa, interaksi guru dengan masyarakat.

   Komunikasi Sebagai Inti Kompetensi Sosial Guru
Hal yang paling penting dalam kompetensi sosial ini adalah komunikasi, karena inti dari tindakan sosial itu sendiri adalah komuinikasi atau interaksi. Dalam kompetensi sosial ini seiorang guru dituntut untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua/ wali murid, dan masyarakat sekitar. Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh guru agar dapat berkomunikasi dan bergaulsecara efektif baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, ketujuh kompetensi tersebut ialah:[7][7]
1.      Memiliki penghetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2.      Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3.      Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
4.      Memiliki pengetahuan tentang estetika.
5.      Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
6.      Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.
7.      Setia terhadap harkat dan martabat manusia.

Adapun hal-hal yang menentukan keberhasilan komunikasi dalam kompetensi sosial seorang guru adalah:
1.      Audience atau sasaran komunikasi maksudnya dalam berkomunikasi hendaknya memperhatikan siapa sasarannya, apakah orang berpendidikan atau tidak, apakah masyarakat umum atau pejabat, apakah siswa atau kepala sekolah, apakah siswa SD atau siswa SMA dan sebagainya. Dengan mengetahui karakteristik sasaran maka sang komunikator pun bisa menyesuaikan gaya dan “irama” komunikasi menurut karakteristik sasaran. Berkomunikasi dengan siswa SD tentu berbeda dengan siswa SMA misalnya.
2.      Behaviour atau perilaku maksudnya perilaku apa yang diharapkan dari sasaran setelah berlangsung dan selesainya komunikasi. Misalnya seorang guru sejarah sebagai komunikator ketika sedang berlangsung dan setelah selesai menjelaskan Peristiwa Pangeran Diponegoro, perilaku siswa apakah yang diharapkan. Apakah siswa menjadi sedih dan menangis merenungi nasib bangsanya, apakah siswa mengepalkan tangan seolah-olah akan menerjang penjajah Belanda, apakah siswa santai-santai saja asal tahu peristiwanya. Hal ini sangat penting berkait dengan keberhasilan komunikasi guru sejarah tersebut.
3.      Condition atau kondisi dalam kondisi apa sasaran ketika komunikasi sedang berlangsung. Misalnya ketika guru Matematika mau menjelaskan rumus-rumus yang sulit harus tahu kondisi siswa, apakah sedang gembira, sedang sedih, sedang lelah habis olah raga, sedang kantuk karena semalam ada acara. Dengan memahami kondisi seperti ini akan berhasillah komunikasi yang disampaikan oleh guru karena menjelaskan rumus yang sulit dalam situasi siswa sedih tentu berbeda dengan gembira.
4.      Degree atau tingkatan maksudnya sampai tingkatan manakah target bahan komunikasi yang harus dikuasai oleh sasaran itu sendiri. Misalnya saja ketika seorang guru Bahasa Inggris menjelaskan kata kerja menurut satuan waktunya, past tense, present tense dan future tense, berapa jumlah minimal kata kerja yang harus dihafal oleh siswa pada hari itu; apakah 10, 20, 30, 40, atau 50 kata kerja. Jumlah minimal kata kerja yang dikuasai oleh siswa sekaligus dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan guru Bahasa Inggris dalam mengajar atau berkomunikasi, kalau tercapai adalah berhasil, sebaliknya kalau tidak tercapai adalah tidak berhasil.
     Cara Mengembangkan Kompetensi sosial
Kemasan pengembangan kompetensi sosial untuk guru, calon guru (mahasiswa keguruan), dan siswa tentu berbeda. Kemasan itu harus memerhatikan karakteristik masing-masing, baik yang berkaitan dengan aspek psikologis maupun sistem yang mendukungnya.  Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang pendidik, kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills. Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat dimasukkan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu:[8][8]
1.    Kerja tim                                                         11. Toleransi
2.    Melihat peluang                                              12. Solusi konflik
3.    Peran dalam kegiatan kelompok                     13. Meneria perbedaan
4.    Tanggung jawab sebagai warga                      14. Kerjasama
5.    Kepemimpinan                                                15. Komunikasi
6.    Relawan sosial                                               
7.    Kedewasaan dalam berelasi               
8.    Berbagi
9.    Berimpati
10.    Kepedulian kepada sesama

Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, berani menghadapi masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.  Hal tersebut diuraikan dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah: seorang guru harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu begaul secara efektif dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan yang terakhir adalah mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitanya.
Kelima belas kecerdasan hidup dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik tersebut dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, berani menghadapi masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Prenada Media.
E.Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Farida Sarimaya. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung:Yrama Widya.
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudarwan Danim. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:Prenada media.
www.gamadidaktika.com (Diakses pada 20 Oktober 2012) pukul 19.30







[1][1] Sudarwan Danim. Pengembangan Profesi Guru.(Jakarta:Prenada media.2011).Hal.111
[2][2] Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan.(Jakarta:Prenada Media.2011).Hal .96
[3][3] Farida Sarimaya.Sertifikasi Guru.(Bandung:Yrama Widya.2008). Hal.22
[4][4] Kunandar.Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP.(Jakarta: Raja Grafindo Persada.2007).Hal.77
[5][5] Mulyasa. E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.(Bandung:Remaja Rosdakarya.2007).Hal.174
[6][6] Kompetensi Sosial Guru dalam  www.gamadidaktika.com
[7][7] Mulyasa. E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.(Bandung:Remaja Rosdakarya.2007).Hal.176
[8][8] Kompetensi Sosial Guru dalam  www.gamadidaktika.com