PERADAPAN ISLAM DI ZAMAN ABU BAKAR AS-SIDIQ
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah
Peradapan Islam
Yang diampu oleh: Drs. H. Mat Solikhin
Noor, M.Ag
Disusun Oleh:
1.
Sintia Ayu Rahmawati (123911101)
2.
Siwi Fatmawati (123911103)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW, beliau tidak meninggalkan wasiat
tentang siapa yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin umat Islam
setelah beliau wafat. Tampaknya Nabi Muhammad SAW menyerahkan persoalan
tersebut kepada kaum Muslimin itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau
sendiri tidak pernah menunjuk di antara sahabatnya yang akan menggantikannya
sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat
menentukan siapa penggantinya.
Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat bahkan jenazahnya
belum dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Balai Kota
Bani Saidah Madinah untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi
pemimpin. Dalam musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari
masing-masing pihak, baik dari Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak
menjadi pemimpin umat Islam.
Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu
Bakar secara demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan
setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang dijiwai
sikap demokratis tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima
dan mau membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad
SAW.[1] Untuk
mengetahui hal tersebut, maka kali ini pemakalah mencoba menjelaskan
materi Sejarah peradapan Islam tentang
peradapan Islam dizaman Abu Bakar As-Siddiq.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana
biografi Abu Bakar As-Siddiq?
B.
Bagaimana
proses pengangkatan Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah ?
C.
Bagaimana
keadaan pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq?
D.
Bagaimana
peradilan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq?
E.
Apa saja kemajuan-kemajuan yang diperoleh Abu Bakar As-Siddiq?
III.
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Abu Bakar As-Sidiq
Abu Bakar As
Siddiq lahir di Mekah pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Nama
lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quaifah Attamini, merupakan turunan bani
Taim bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Kalb Al-Quraisy. Dizaman pra Islam bernama
Abdullah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Dia merupakan
khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang
terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun
al-awwalun).[2]
Julukannya Abu Bakar (Bapak Pemagi) karena dari pagi-pagi betul memeluk agama
Islam, gelarnya ash-Shiddiq yaitu yang benar. Ketika itu, Rasulullah SAW.
melakukan Isra’ Mi’raj, yaitu melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram di
Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina dan naik ke langit sampai ke Sidratul
Muntaha dalam waku sepertiga malam. Pada peristiwa itu Rasulullah SAW.
diberi tugas oleh Allah berupa Salat lima kali dalam sehari semalam. Ketika
berita ini disampaikan kepada orang-orang kafir Mekah, serentak orang-orang
kafir Mekah tidak mempercayainya, bahwa mereka menganggap bahwa Nabi Muhammad
SAW. melakukan kebohongan. Akan tetapi, Abu Bakar langsung membenarkan apa yang
dikatakan oleh Nabi tersebut.[3]
Jadi Nabi Muhammad sering kali menunjukkan untuk mendampinginya disaat penting
atau jika berhalangan, dan Rasul tersebut mempercayainya sebagai pengganti
untuk manangani tugas-tugas keagamaan.[4]
Ayahnya bernama
Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra
bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu
Khair Salma binti Sakhr. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang
melahirkan banyak tokoh terhormat. Dalam usia muda itu ia menikah dengan
Qutailah binti Abdul Uzza. Dan perkawinannya ini lahir dua orang putra bernama
Abdur Rahman dan Aisyah.[5]
Sejak kecil ia
dikenal sebagai anak yang baik, sabar, jujur, dan lemah lembut, dia merupakan
lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia
disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak
keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang
dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan,
dan ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Abu Bakar
adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu
kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu
dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di
samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan
kelembutan hatinya. Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab
(pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai
nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian
dan kerendahan masing-masing dalam bangsa Arab.[6]
B.
Proses
pengangkatan Abu Bakar As-Sidiq sebagai Khalifah
Rasulullah tidak meninggalkan pesan kepada seorang juga dari
sahabatnya tentang siapa yang menjadi pemimpin atau memimpin kaum Muslimin
sepeninggalanya. Beliau membiarkan masalah kepemimpinan kaum Muslimin
berdasarkan hasil musyawarah diantara mereka sendiri. ketika berita wafat
Rasulullah tersiar, berkumpulah golongan Muhajirin dan pihak Anshar di rumah
Bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud hendak membai’at seseoarang dari
golongan mereka.
Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak
Anshar menghendaki pihaknya yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat
diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon
khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.
Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih
Abu Bakar, seraya umar berkata kepadanya: bukankah Nabi telah menyuruhmu
wahai Abu Bakar, agar mengimami kaum Muslimin dalam sholat? Engkaulah Khalifah
pengganti dan penerus beliau. Setelah itu kaum Muhajirin dan Anshar
berturut-turut membai’atnya. Bai’at As Saqifah ini dinamakan bai’at Al
Kahshshah, karena bai’at tersebut dilakukan sekelompok kecil dari Muslimin,
yakni mereka yang hadir di As Saqifah saja. Pada keesokan harinya duduklah Abu
Bakar di atas mimbar Masjid Nabawi dan sejumlah besar kaum Muslimin atau secara
umum kaum muslimin membai’atnya.[7]
Terpilihnya
Abu Bakar sebagai khalifah dengan berbagai alasan yaitu:
1.
Abu
Bakar adalah suku Quraisy dan ahli nasab, yang merupakan keahlian yang sangat
berguna pada masa itu.[8]
2.
Abu
Bakar adalah sahabat Nabi yang pertama yang pertama yang sangat memahami jalan
pikiran beliau, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah
dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk
oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3.
Beliau
sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan Islam.[9]
Hal ini menarik
dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah
pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar
terhadap nilai-nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat
sepeninggal Rasulullah. Dibawah ini adalah sebagaian kutipan dari pidato Abu
Bakar yang terkenal itu :
Wahai manusia! Aku telah diangkat
untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di
antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah
(ikutilah) aku, tetapi jika berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu
anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya.
Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat
mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu menaatiku.
Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad
umat untuk bersatu melanjutkan tugas Nabi.[10]
C.
Keadaan
pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq
1.
Perbaikan
Sosial
kebijakan sosial yang dilakukan Abu Bakar untuk menciptakan
stabilitas wilayah Islam yaitu sebagai berikut:
a.
Hurub
ahler riddah,(tindakan
pembersihan) yaitu peperangan yang dilakukan membasmi kaum riddat yang
menentang Islam. Tindakan pembersihan terhadap penghianat negara ini, bukan
saja dilakukan terhadap mereka yang melakukan riddat, tetapi juga terhadap
mereka yng tidak mau membayar zakat. Tindakan ini dijalankan secara konsekwen
di zaman Khalifah I Abu Bakar, sehingga negara Islam dapat dibersihkan dari
anasir-anasir yang berbahaya.
b.
Al-Futuh (tindakan pembebasan) yaitu peperangan yang dikobarkan untuk
membebaskan daerah-daerah dan rakyat yang dari penjajahan dan penindasan. Jika
tindakan yang pertama di atasa adalah tindakan”kedalam” maka tindakan yang
kedua ini adalah tindakan “keluar”, dimana umat Islam berhadapan dengan
negara-negara penjajah yang berkuasa dimasa itu. Adapun tindakan pembebasan ini
dilakukan atas tiga tingkatan:
a). Terhadap daerah-daerah Arabia, ialah tanah-tanah palestina dan
Syria dari penjajahan Romawi, dari tanah-tanah Iraq dan Yaman dari penjajahan
Persia.
b). Daerah-daerah diluar Arabia, ialah Mesir dan seluruh Afrika
Utara dari penjajahan Romawi.
c). Pembebasan rakyat dari pemerintahan yang zalim, seperti
meruntuhkan pemerintah Persi yang kejam.[11]
2. Sistem Politik
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah
(pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri,
tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu
Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik
sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan. Tampaknya sistem
politik Islam yang dijalankan masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada
masa Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif terpusat ditangan Khalifah, selain menjalankan roda pemerintahan,
Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti Nabi Muhammad Abu
Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya untuk bermusyawarah.[12]
Kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar
dalam mengemban kekhalifahannya
yang pertama merealisasikan keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana yaitu: mengirim ekspedisi ke perbatasan Suriah dibawah
pimpinan Usamah bin Zaid, hal ini dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya
Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Sebagaian
sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tak peduli. Nyatanya
ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya
didalam membangkitkan kepercayaan diri yang nyaris pudar. Pengiriman pasukan Usamah
ke perbatasan Suriah pada saat itu merupakan langkah politik yang diambil oleh
Abu Bakar.[13]
3. Perekonomian
Sedangkan kebijakan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan
umum dan perekonomian, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal",
semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu
Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan
umat).
Kebijakan lain yang ditempuh Abu Bakar yaitu membagi sama rata
hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar
bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap
sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang
dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di
akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
Selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah
menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada
seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu
dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari
hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin
mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan pendapatan
nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya
dengan yang miskin.[14]
4.
Budaya
Pada masa itu mereka memiliki kebiasan yaitu melakukan
serangan-serangan mendadak untuk mendapatkan harta rampasan perang yang
dilakukan oleh orang-orang Arab seperti terjadi diwilayah-wilayah Sasaniyah,
merupakan kebiasaan pra–Islam. hal tersebut dilakukan karena pada saat itu
perdagangan di Arab mengalami kehancuran, terutama setelah terjadi peperangan riddah.[15]
5.
Peradilan
/ hukum
Abu Bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Ia memerintah dari
tahun 632 M. Sebelum masuk islam, ia terkenal sebagai orang yang jujur dan
disegani, ikut aktif mengembangkan dan menyiarkan Islam. Atas usaha dan
seruanya banyak orang terkemuka memeluk agama Islam yang kemudian terkenal
sebagai pahlawan-pahlawan Islam ternama Dalam masalah peradilan, abu bakar mengikuti
jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum diantara
umat Islam di Madinah. Sedangkan para gubernurnya memutuskan hukum diantara
manusia didaerah masing-masing diluar madinah. Adapun sumber hukum pada Abu
Bakar Ash-siddiq adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijtihad setelah pengkajian dan
musyawarah dengan para sahabat. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahan
Abu bakar ada tiga kekuatan, pertama, quwwat al-syari’ah (legislatif). Kedua,
Quwwat al-qadhaiyyah (yudikatif didalamnya masuk peradilan) dan ketiga, quwwat
al-tanfiziyyah (eksekutif).
Langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath
al-ahkam adalah sebagai berikut :
1.
Mencari
ketentuan hukum dalam Al-qur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan
yang ada pada al-quran
2.
Apabila
tida menemukan dalam al-quran, ia mencari ketentuan dalam hukum dan sunnah bila
ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
3.
Apabila
tidak menemukan dalam sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah Rasulullah
Saw. telah memutuskan persoalan yang sama pada zamannya. Jika ada yang tahu, ia
menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan keterangan dari yang menjawab
setelah memenuhi beberapa syarat.
4.
Jika
tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar
sahabat dan bermusawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi, jia ada
kesepakatan diantara mereka , ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan[16]
D.
Kemajuan-kemajuan
yang diperoleh Abu Bakar As-Sidiq
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama
kurang lebih dua tahun, antara lain:
1.
Perbaikan sosial (masyarakat)
Perbaikan
sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng
(orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat).
2. Perluasan dan Pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah
Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah
yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah
kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan
tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa,
yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin
Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid
bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
3.
Pengumpulan
ayat-ayat Al Qur'an
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan
Al Qur'an setelah para sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam
peperangan, terutama waktu memerangi para nabi palsu.
Alasan
lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun,
kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan
hilang.
Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak
berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada masa
Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya
sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan
akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya
menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk
mengerjakan tugas pengumpulan itu.
4.
Sebagai
Kepala Negara dan Pemimpin Umat Islam
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat
Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip
musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya
dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat
juga sangat besar perhatiannya.
5.
Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap
dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan
jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan
yang dimiliki. Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat
adalah menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Ketika Abu Bakar
sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para sahabat,
kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam.
Kebijakan Abu Bakar tersebt diterima masyarakat yang secara beramai-ramai
membaiat Umar. Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya
pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan khalifah. Dalam menetapkan
calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat,
melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban
amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab.
Khalifah Abu Bakar meninggal pada hari Senin 23 Agustus 624 M.
Setelh kurang lebih 15 hari berbaring ditempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan
kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11hari.[17]
IV.
KESIMPULAN
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa Abu Bakar As
Siddiq lahir di Mekah pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Nama
lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quaifah Attamini, merupakan turunan bani
Taim bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Kalb Al-Quraisy. Dizaman pra Islam
bernama Abdullah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin. Proses pengangkatannya
dengan cara golongan Muhajirin dan pihak Anshar di rumah Bani Sa’adah di
Madinah bersepakat membaiat Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Nabi, setelah
Nabi Muhammad SAW. meninggal dunia.
Keadaan pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq yaitu
:Perbaikan Sosial, sistem politik, perekonomian, budaya dan peradilan/hukum. Kemajuan
yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua
tahun, antara lain: Perbaikan sosial (masyarakat), Perluasan dan Pengembangan wilayah Islam, Pengumpulan ayat-ayat Al
Qur'an, Sebagai Kepala Negara dan Pemimpin Umat Islam dan meningkatkan
kesejahteraan umat.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah tentang “Peradapan Islam dizaman Abu Bakar ash-Shiddiq” yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi para
penulis maupun para pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan serta
kesalahan. Oleh karenanya, kami terbuka untuk kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki makalah
dan untuk penulisan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim, Tantang, Sejarah Kebudayaan Isam, 2009, Bandung: CV
ARMICO.
Kebudayaan Republik Indonesia , Kementrian
Pendidikan , Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti, 2014, Jakarta :
pusat Kurikulum dan perbukuan.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
Ensiklopedi Islam I, 1997 Jakarta : PT Ichtiar van Hoeve
Koto, Alaidin, sejarah
peradilan Islam, 2012, Jakarta : PT Raja grafindo persada.
Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, 1995,
Jakarta: Bulan Bintang
Murad, Mustafa, Kisah Hidup Abu Bakar Al-siddiq, 2007, Jakarta : Dar Al-fajar.
Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradapan Islam, 2013,
Jakarta : AMZAH.
Shaban, Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, 1993, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syukur , Fatah, sejarah Peradapan Islam, 2011, Semarang : PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Yatim , Badri, Sejarah
Peradapan Islam, 2003, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Zainal Abidin Ahmad, Sejarah
Islam dan Umatnya, 1977, Jakarta: Bulan Bintang.
[2] Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta : PT Ichtiar van Hoeve,
1997), hlm.33
[3] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti, ( Jakarta : pusat Kurikulum dan perbukuan
2014) hlm. 173
[4] Fatah Syukur, sejarah
Peradapan Islam, ( Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2011) hlm. 51
[6] Shaban, Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.25.
[8] Shaban, Sejarah Islam
(600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.25.
[12] Badri Yatim, Sejarah
Peradapan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.36
[13] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan
Islam, ( Jakarta : AMZAH, 2013), hlm.94
[15] Shaban, Sejarah Islam
(600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.34